SEJARAH HAK ASASI MANUSIA DI EROPA
Asal Usul
Domestic Hak Sasi Manusia
Kepedulian
internasional terhadap hak asai manusia merupakan gejala yang relative baru,
meskipun kita dapat menunjuk pada sejumlah traktat atau perjanjian internasonal
yang mempengaruhi isu kemanusiaan sebelum perang dunia II. Baru setelah di
masukkan ke dalam piagam PBB pada tahun 1954 kita dapat berbicara mengenai
adanya perlindungan hak asasi manusia yang sistematis did ala sistem
internasional, namun jelas bahwa upaya domestic untuk menjamin perlindungan
hokum bagi individu terhadap ekses sewenang wenang dari penguasa Negara,
mendahului perlindungan internasional terhadap hak asasi manusia.
Perkembangan Hak Asasi Manusia (Ham) Di Kawasan Eropa
Perintisan HAM di Eropa di awali pada tahun 1949 lewat bergabungnya
beberapa Negara Eropa ( the Council of Europe ) pada tahun 1949 Committee
of Minister ( Panitia Menteri) dan Majelis Parlemen ( Parlament Assembly
) di London berhasil menyusun Konvensi HAM, yaitu “Convention For The Protection
Of Human Rights and Fundamental Freedom” pada tahun 1950. Mukadimah
konvensi menegaskan antara lain “… Considering that the aim of the Council
of Europe is the achievement of greater
unity between its Members and that one of the methods by which that aim is to
be pursued is the maintenance and further realization of Human Rights and
Fundamental Freedom, dan “… have a command heritage of political tradition,
laeas, freedom and the rule of law to take the First steps for the Universal
Declaration”
Dari mukadimah tersebut ,
terbukti perekat utama disusunnya HAM Eropa, selain untuk memperkuat
Deklarasi HAM PBB tahun 1948, diharapkan dapat memperbesar rasa kesatuan
negara-negara Eropa. Di samping bangsa Eropa benar-benar memiliki persamaan
pandangan dalam tradisi, ide dan politik.
Nampaknya, kesatuan HAM
Eropa cukup berhasil, lebih-lebih nanti bila pasar tunggal Eropa benar-benar
terlaksana pada saatnya.
Materinya dasar/pengertian dasar HAM Negara-negara Eropa tidak
berbeda dengan ketentuan yang telah ada didalam Deklarasi HAM PBB, karena itu,
pencetusan HAM negara-negara Eropa, antara lain bertujuan memperkuat HAM PBB
sangat tepat.
Majelis eropa telah mempunyai seperngkat instrument hukum (aturan
hukum) yaitu
1. Convention For The Protection of Ruman
Rights and Fundamental Freedom(1950), berisi Garis-Garis Besar Perlindungan
Hukum bagi seluruh warga Negara dari
Negara anggota. Bererapa hak yang tercantum dalam Konvensi, antara lain hak
hidup, kemerdekaan dan keamanan, peradiralan bebas, penghormatan
pribadi/keluarga, ketentraman rumah
tangga/surat-menyurat, kebebasan berfikir, mencipta dan beragama, mengatakan
pendapat/opini, berserikat/berorganisasi, mendapat pendidikan dan lain-lain. Di
samping hak-hak dan kebebasaan tersebut, setiap subjek hukum mendapat batasan
tertentu atas dasar “…. Public order, public safery and the protection of
the rights and freedom of others are presciped by law and necessary an a
democratic society: (council of Europe, 1968 :8)
2. First Protocol to The Convention,
berisi penegasan dan penjelasan dari setipa hak yang telah dimiliki oleh semua subjek hukum, sehingga setiap warga
Negara tidak sekedar tahu pokok-pokoknya, juga mengetahui sampai perinciannya.
3. Second Protocol: berisi hak Makamah HAM
Eropa (The European Court of Human Rights) untuk memberi
nasihat-nasihat/pendapat hukum terhadap suatu kasus yang diajukan.
4. Third
Protocol, berisi/berkaitan dengan tata cara dan mekanisme Komisi HAM Eropa
(The European commission of human rights).
5. Fourth Protocol, antara lain berisi hak
dan kebebasan manusia tertentu, selain yang telah dimuat dalam Konvensi dan
dalam the First Protocol.
6. Fifth
Protocol, penjelasan lebih lanjuta berkaitan dengan kantor komisi HAM Eropa
dan Mahkamah Eropa tentang HAM.
Disamping itu dalam rangka pengembangan lebih lanjut pelaksanaan
HAM telah dibentuk pula “ Committee of Experts on human Rights” yang bertugas
antara lain :
1. mendata
pelaksanaan sistem supervise dari konvensi dan mempercepat tata kerjanya demi
terciptnya perlindungan individu lebih nyata.
2. membawa konvensi HAM Eropsa sejalan dengan konvensi hak-hak
sipil dan POlitik
PBB
3. promosi
terciptnya ksadaran HAM yang lebih tinggi dilingkungan UNiversitas Nasional,
Internasional juga dikalngan masyrakat umum.
Dengan demikian , majelis Eropa mempunyai 2 badan besarr yaitu :
1. Parliamentary Assembly (Dewan parlemen)
2. Committee
of Ministers (Panitia Para Menteri) yang anggotanya para menteri luar
negeri neggara-negra anggota. Tugas/wewenang majelis eropa melipti bidang
hukum, pendidikan, olahraga, kesehatan, dan lain-lian.
Khusus untuk melindungi hak asasi manusia, majelis eropa telah
membentuk :
1. komisi hak asasi manusia eropa ( European commission of human
rights),
2.mahkamah hak asasi mnusia eropa ( European court of human rights)
3. panitia para menteri (committee of minister)
Komisi tersebut
merupakan intansi pertama bagi semua pengaduan-pengaduan dari seluruh anggota
baik perseorangan, organisasi swasta, kelompok anggota masyrakat terhadap
pemerintahnya, setelah yang bersangkutan menadapat keputusan akhir dari
pengadialan negra yanga bersangkutan dalam jangaka waktu 6 bulan maupun
antarsesama Negara anggota(baik terhadap tindakan resmi pemerintah maupun
tindakan warga Negara pemerintah lainnya)
Komisi Negara bersidang untuk menilai pengaduan-pengaduan tersebut, apakah dapat
diterima atau tidak.
Pengaduan tidak dapat diteriam bila:
1. Pemohon tidak jelas atau sudah diputuskan oleh badan-badan
internasional lainya,
2. Belum/tidak memenuhi prosedur yang ditetapkan.
3. Daluwarsa
4. Belum diputuskan oleh badan-badan pengadialan Negara yang bersangkutan.
Setelah pengaduan sesuai dengan prosedur yang ada dan diterima,
komisi meneruskan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menetapkan dan mempelajri data-data, mengadakan penelitian
bersama para pihak yang terlibat,
2. Mengusahakan perdamaian (musyawarah) atas dasar
penghormatan trhadap hak asasi manusia.
Pada prinsipnya
bila berhasil melalui perdamain, komisi meneruskan keputusan tersebut kepada
para pihak. Pantia para menteri dan skjen majelis eropa, sebaliaknya bila
gagal, pihak mauapun komisi dapat meneruskan kepada mahkamah, bila dalam wkatu
3 bulan tidak diteruskan kepada Mahkamah, pnitia para menteri mengambil
keputusan sendiri,
Mah kamah setelah menerima pelimpahan perkara, segera mengadakan
siding-sidang sesuai dengan prosedur yang ada dan keputusan-keputusan mahkanah
yang berupa pertimbngan/pendapat tersebut diteruskan kepada panitia para menteri dengan
perhtimbangan-pertimbangan hukumnya (aspek yuridis). Disampig dengan pemungutan
suara (aspek politik)
Dasar hukum keputusan ada
tidaknya pelanggaran terhadap hak asasi manusia yaitu :
1. Konvensi (utama)
2. Keputusan –keputusan yang telah ada ( case law) baik regional/
internasiaonal.
3. Praktik yang berjalan (kebiasaan internasional yang menyangkut
hak asasi manusia).
4. Ajaran-ajaran ilmu hukum.[1]
Dalam
pengalaman inggris makna carta (1251 )
sering keliru di anggap sebagai cikal bakal kebebasan warga Negara inggris,
piagam ini sesunguhnya hanyalah kompromi pembagian kekuasaan antara raja john
dan para bangsawannya, dan baru belakangan kata kata dalam piagam ini memperoleh
makna yang lebih luas seperti sekarang
ini –sebenarnya baru dalam Billofright (1968) muncul ketentuan ketentuan
untuk melindungi hak ahak atau kebebasan individu. Tetapi perkembangan ini pun
harus dilihan dalam konteksnya. Bill of right, yang di beri nama
panjang. An act declaring the right and liberties of the subject and setting the
succession of the crown ( akta deklarasi
hak dan kebebasan kawula dan tata cara suksesi raja) merupakan hasil
perjuangan parlement melawan pemerintahan raja raja wangsa stuart yang sewenag
wenang pada abad ke-17. Disahkan setelah
raja james II di peksa turun tahta dan William III serta Marry II naik ke
singgasana menyusul revolusi gemilang pada tahun 1688, Bill of right yang
menyatakan dirinya sebagai deklarasi undang undang yang ada dan bukan merupakan
undang undang yang baru , mendudukan monarki di bawa kekuasaan parlemen, dengan
menyatakan bahwa kekuasaan raja untuk membekukan dan memberlakukan seperti yang
di klaim oleh raja adalah illegal. Undang undang ini juga melarang pemungutan
pajak dan pemeliharaan pasukan tetap [ada masa damai oleh raja tanpa
persetujuan parlemen.[2]
Dalam
analisis marxis, revolusi gemilang tahun 1688 dan bill of rights yang
melambangkannya adalah revolusi borjuis: revolusi ini hanya menegaskan naiknya
kelas bangsawan dan pedagang di atas monarki. Demikianlah sebagian besar undang
undang ini merupakan pengaturan konstitusional yang melindungi kepentingan satu
kelompok. Naun para sejarahwan partai whig menganggap bill of rights sebagai
kemenangan kebebasan atas despotism dansebagai perlindungan bagi kaum laki laki
inggris (kaum wanita tak banyak bersuara dalam hal ini) terhadappemerintahan
absolute dan sewenang wenang.
Kedua
pandangan ini ada benarnya, karena bill of rights tidak hanya menjamin
kebebasan bagi kaum borjuis, tapi juga mengatur hal hal tertentu yang berinci
hak asasi manusia meskipun pada saat itu tidak disebut demikian. Undang undang
ini secara khusus menetapkan bahwauang jaminan yang berlebih lebihan tidak
boleh disyaratkan; demikian pula denda yang berlebih lebihan tidak boleh
dikenakan an hukuman yang kejam dan tidak lazim tidak boleh dijatuhkan.lebih
lanjut undang undang ini menetapkan, bahwa para anggota juri harus dipilih dan
dilaporkan dengan cara yang benar, dan bahwa semua pemberian dan perjanjian
mengenai denda serta tebusan bagi orang orang tertentu sebelum dijatuhi hukuman
adalah illegal dan batal. Sementara ungsur hak sassi dari Bill of
rights itu tampak sedikit dan berat sebelah karena menguntungkan kelas
warganegara tertentu, namun seluruh konteks instrument ini adalah sangat
penting karena ia mencoba menggantikan tindakan yang tidak di duga-duga dan
ekses absolutisme monarki yang sewenag wenang dengan legitimasi konstitusional
oleh parlemen.
Revolusi
gemilang juga penting, karena revolusi ini merupakan suatu preseden yang
menunjukan bahwa para penguasa dapat disingkirkan atas kehendak rakyat jika
mereka gagal mematuhi persyaratan legitimasi konstitusional. Dalam pandangan
jhon locke, filsuf politik inggris abad ke-18, yang berusaha menemukan dasar
teoritis bagi revolusi revolusi konstitusional pada abad ke-17 dan 18,
pemerintahan yang buruk dan melanggar kontrak social antara para penguasa
dengan orang orang yang diperintahnya dan demikian mendorong yang terakhir ini
untuk menyingkirkan mereka.
Ideology ideology yang mulai mengubah keadaan di pentas internasional.
Konsepsi mancini menekankan kepentingan berbagai bangsa; yaitu
kelompok kelompok manusia yang dipersatukan suatu bahasa dan budaya yang sama,
tradisi dan adat kebiasaan yang sama.mancini melihat bahwa ada beberapa Negara
eropa yang memerintah beberapa bangsa, sedangkan, ada pula bangsa bangsa lain
yang terpecah didalam beberapa Negara. Mancini hanya beberaa bagi bangsa bangsa
eropa yang telah saya kemukakan (rakyat jajahan tidak ada artinya baginya, yang
antara lain di perlihatkan oleh sebua pidato yang di ucapkannya di depan dewan
perwakilan rakyat (champers of deputies) 1885, baginya, bangsa bangsa
yang tidak berkulit putih jelas sekali berada diluar ruang lingkup peradaban.[3]
Sebua pengalaman dari prancis, meskipun revolusi prancis dan
kemerdekaan amerika mempunyai banyak cirri yang sama, dan ada satu perbedaan
yang penting. Kalau koloni koloni yang memberontak di amerika semata mata
berusaha menjadi suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, kaum revolusioner
prancis bertujuan menghancurkan suatu sistem pemerintahan yang absolute dan
sudah tua serta mendirikan orde baru yang demokratis. Tentu saja hal ini
menimbulkan masalah legitimasi yang sama seperti yang diajukan oleh revolusi
inggris atau abad sebelumnya ketika inggris memakzulkan raja mereka secara
paksa, solusi teoretis terhadap masalah ini, yang ditemukan oleh orang prancis
dengan mengikuti konsep Amerika mengenai legitimasi rakyat, adalah penentuan
nasib sendiri. Dalil sentral konsep ini ;kedaulatan suatu Negara terletak di tangan
rakyat. Karenanya, pemerintah haruslah oleh rakyat untuk rakyat, dan setiap
pemerintah yang tidak tanggap terhadap tuntutan warganegaranya dapat di ubah
dengan pernyataan kehendak rakyat.
Penyelesaian
yang terjadi menyusul revolusi prancis juga mencerminkan teori kontak social
serta hak hak kodrati dari locke dan para filsuf prancis, Montesquieu dan
reusseau. Deklarasi dan hak warganegara (1978) memperlihatkan dengan jelas
sekali bahwa pemerintah dalah suatu hal yang tidak menyenagkan yang diperlukan,
dan diinginkan sesedikit mungkin. Menurut deklarasi itu, kebahagiaan yang
sejati haruslah dicari dalam kebebasan individu yang merupakan produk dari hak
hak manusia yang suci tak dapat dicabut dan kodrati. Jadi, sementara
menyatakan dilindunginya hak hak individu tertentu-hak atas proses pengadilan yang
benar, praduga tak bersalah(presumption of innocence), kebebasan
menganut pendapat dan menganut kepercayaan agama, serta kebebasan menyampaikan gagasan
dan pendapat-deklarasi ini mengantarka hak hak ini dengan filsafat kebebasan
yang jelas. Pasal 2 Deklarasi menyatakan bahwa sasaran setiap asosiasi
politik adalah pelestarian hak hak manusia yang kodrati dan tidak dapat
dicabut. Hak hak ini adalah hak atas kebebasan (Liberty), Harta (Property),
Keamanan (safety), dan perlawanan terhadap penindasan(Resistance of
oppression). Selanjutnya pasal 4 menyatakan:
Kebebasan
berarti, dapat melakukan apa saja yang tidak merugikan orang lain; jadi,
pelaksanaan setiap hak hak kodrati manusia tidak dibatasi kecuali oleh batas
batas yang menjamin pelaksanaan hak hak yang sama ini bagi anggota masyarakat
yang lain, batas batas ini hanya dapat ditetapkan oleh undang undang.[4]
Sejumlah konsep
dan tema yang berulang kali muncul dalam undang undang hak asasi manusia
berasal dari revolusi amerika dan prancis. Yang paling penting di antaranya
adalah bahwa hak hak itu secara kodrati inheren, universal dan tidak dapat dicabut:
hak hak itu dimiliki oleh individu semata mata karena mereka adalah manusia dan
bukan karena mereka adalah kawula hokum suatu Negara. Kedua perlindungan
terbaik terhadap hak hak itu terdapat di dalam kerangka yang demokratis. Konsep
penentuan nasib sendiri yang bersifat politis yang dirumuskan oleh para
deklarasi perancis menegaskan bahwa perlindungan hak yang efektif hanya akan
dijumpai di dalam batas batas legitimasi yang demokratis.
Ketiga, bahwa
batas batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan atau di cabut oleh undang
undang. Hal ini dapat dilihat sebagai bagian konsep rule of law yang
mensyaratkan bahwa hak harus dilindungi oleh undang undang, dan bahwa ketika
mencabut atau mengurangi hak hak individu, pemerintah wajib mematuhi
persyaratan hokum yang konstitusional. Konsep ini juga mengharuskan pemerintah
bertindak sesuai dengan undang undang. Dan undang undang yang dijadikan dasar
tindakan pemerintah itu tidak bersifat menindas, sewenang wenang, atau
diskriminatif.
Tentu saja,
kita tidak boleh melupakan bahwa revolusi yang melahirkan cita cita dan asas
asas yang luhur ini juga melahirkan masa terror dan Guilotine. Bahkan,
justru karena alasan inilah burke, hume, Mill, Bentham, dan Austin-filsuf
filsuf politik menolak dan menganggap konsep hak hak kodrati sebagai sesuatu
yang tidak lebih dari fenomena metafisis yang tidak dapat diuji kebenarannya.
Apa pun juga
debat teoretis atau doktriner mengenai dasar dasar revolusi inggris, Amerika,
dan Prancis,yang jelas, masing masing revolusi itu, dengan caranya sendiri
sendiri, telah membantu perkembangan bentuk bentuk demokrasi liberal dalam mana
hak hak tertentu di anggap sebagai hal terpenting dalam melindungi individu
terhadap kecenderungan kedalam otoriterisme yang melekat pada Negara. Yang
penting mengenai hak hak yang di proteksi itu dalah hak hak ini bersifat
individualitas dan membebaskan (libertarian) ; hak hak ini didominasi
dengan kata kata bebas dari dan bukan berhak atasdala
bahasa modern, hak hak ini akan disebut hak sipil dan politik, karenahak hak
ini terutama mengenai hubungan individu dengan organ organ negara. Begitu besar
kekuatan ide ide revolusioner ini, sehingga hanya sedikit konstitusi tertulis
modern yang tidak menyatakan akan melindungi hak hak individu ini.
Sepanjang abad
ke-19 dan ke-20 telah terjadi perkembangan kemanusiaan pada hokum
internasional. Yang paling menonjil di antaranya, barangkali adalah penghapusan
budak, meskipun ekonomi perbudakan pada akhir abad ke- 18 dan awal abad ke- 19
secara komersial telah menjadi kurang menarik lagi bagi Negara Negara eropa
dibandingkan masa sebelumnya, penghapusan perbudakan itu juga bermotifkan
kepedulian kemanusiaan. Praktek perbudakan mula mula di kutuk dalam traktat
perjanjian paris (1814) antara inggris dan prancis, namun selang 0 tahun
kemudian, akte umum konferensi berlin yang mengatur kolonisasi eropa di afrika
menyatakan bahwa perdagangan budak dilarang berdasarkan asas asas hokum
internasional. Aksi internasional menantang perbudakan dan perdagangan
budak berlanjung sepanjang abad 20. Liga bangsa bangsa mengsahkan konvensi
untuk melenyapkan perbudakan dan perdagangan budak pada tahun 1926 dan melarang
praktek perbudakan di daerah daerah bekas koloni jerman dan turki yang berada
dibawa sistem mandate liga pada akhir Perang Dunia I. koloni 1929ini masih
tetap merupakan dokumen internasional utama yang melarang praktek perbudakan,
meskipun konvensi ini telah diamandemenkan dengan suatu protocol (addendum pada
traktat itu) pada tahun 193 dan pada tahun 196 dibubuhi suplemen mengenai
devinisi tindakan tindakan yang termasuk dalam perbudakan di zaman modern.
Taktat Mengenai Kaum Komunitas
Berbagai
traktat yang disepakati setelah perang
dunia I perlu juga disebut disini karena banyak diantaranya memuat ketentuan
yang melindungi kaum minoritas, sementara penyelesaian perdamaian pasca perang
berupaya menghormati prinsip penentuan nasip sendiri yang didasarkan pada
konsep kohesi nasional, menjadi jelas bahwa pembentukan kembali polandia dan
penciptaan Negara Negara pengganti kekaisaran Austria-hongaria yang lama,
melahirkan tapal tapal batas Negara yang pasti akan menciptakan perpecahan adi
kalangan kelompok penduduk tertentu dan memaksa mereka hidup sebagai kaum
minoritas etnis, bahasa atau agama di Negara Negara baru itu, oleh karena itu, sejumlah traktat
untuk menjamin proteksi terhadap hak sipil dan politik kaum minoritas di buat
antara sekutu dan Negara Negara ini, sementara traktat traktat khusus yang
melindungi kaum minoritas dibuat dengan polandia, cekoslowakia. Rumania dan
yunani,ketentuan ketentuan mengenai proteksi bagi kaum minoritas dimasukkan
dalam traktat traktat perdamaian dengan Austria, Hongaria dan Turki.
Disamping
traktat traktat ini, beberapa Negara tertentu; yakni, Finlandia, albino,
Latvia, Lithuania,Estonia, dan irak, membuat deklarasi yang melindungi kaum
minoritas didalam Negara mereka, sebagai syarat untuk menjadi anggota iga
bangsa bangsa, liga bangsa bangsa juga menjalankan fungsi pengawasan yang
berkaitan dengan kewajiban kewajiban yang menjadi perhatian internasional
ini. Sebua prosedur yang memungkinkan kelompok minoritas yang merasa
dilanggar haknya untuk mengadukan masalahnya kepada dewan liga ini ditetapkan.
Kemudian, dewan dapat mengajukan masalah itu kepada suatu komite ad hoc
mengenai kaum minoritas yang akan mendamaikan dan mencoba menyelesaikan masalah
itu secara bersahabat di antara para pihak itu, jika permasalahan tidak kunjung
tercapai, dewan yang lengkap boleh menyelesaikan masalah itu sendiri, atau
meneruskan ke mahkamah internasional yang bersifat parlemen untuk diputuskan,
Sisitem
eropa
Dari ketiga
sistem yang ada dewasa ini, konvensi eropa mengenai hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental (1950) adalah sistem yang paling maju dan dala hal daya
tahan serta jumlah yurisprodensinya. Diciptakan oleh dewan eropa (sebua lembaga
internasional yang dirancang untuk memperlancar kerjasama eropa, jangan
dikacaukan dengan masyarakat eropa) konvensi eropa dirumuskan untuk mencapai
tiga tujuan.
Pertama ; memperkuat demokrasi dan komitmen Negara Negara anggota pada rule
of law; kedua; memberikan peringatan tanda bahaya akan
munculnya totaliterismeyang baru, ketiga ; bertindak sebagai benteng
dalam menghadapi ancaman kepungan komunisme.
Fungsi fungsi
ini telah dijalankan oleh konvensi ini dengan cukup baik, namun pengalaman
kudeta di yunani dan buntutnya pada tahun 1967 memperlihatkan keterbatasan
evektifitas konvensi. Disini sebua kudeta militer oleh junta yang terdiri dari
colonel colonel angkatan darat telah menelurkan sebua pemerintahan militer dan
engingkaran besar besaran teerhadap hak asasi manusia.
Khususnya lawan
lawan politik junta ini dipenjara secara sewenang wenang dan disiksa. Meskipun
yunani mengutuk konvensiitu itu dan menarik diri dari dewan eropa, berdasarkan
konvensi Negara itu tetap harus bertanggung jawab atas tindakannya. Keadaan ini
menimbulkan kesulitan dan rasa malu pada yunani dalam pelaksanaaan hubungan
internasionalnya, namun keadaan ini tidak banyak menolong orang orang yang hak
haknya telah dilanggar. Sekalipun begitu, dalam dasawarsa 1970 negara Negara
yunani, spanyol dan Portugal yang batru didemokratiskan, telah meratifikasi
konvensi eropa sebagai sarana untuk memperkuat proses demokratis dalam negeri
mereka.
Tetapi,
prestasi utama konvensi eropa adalah menyediakan suatu mekanisme yang
memungkinkan individu-individu yang merasa haknya dilanggar oleh Negara untuk
mengajukan petites kepada komisi eropa guna memperoleh ganti rugi. Seperti
terlihat kemudian, fungsi utama komisi adalah mendapatkan penyelesaian yang
baik antara individu dengan negaranya. Tetapi jika hal ini tidak kunjkung
tercapai, masalah itu dapat diteruskan ke mahkamah hak asasi manusia eropa, dan
putusan serta ganti rugi yang ditetapkan akan mengikat Negara itu. Lewat
mekanisme ini, cukup banyak individu memperolah ganti rugi atas pelanggaran,
yang besar maupun yang relative kecil, terhafdap hak mereka.
Konvensi eropa
dan kesepuluh protokolnya terutama mengenai proteksi terhadaphak sipil dan
politik, meskipun protocol 1 dimaksudkan untuk memproteksi hak milik pribadi, proteksi terhadap hak
milik ekonomi dan social di eropa ingin dicapai melalui prosedur prosedur yang
telah ditetapkan oleh piagam social di Eropa (europeam social Charter,1961).
Instrument ini, yang juga diadopsi oleh dewan eropa, dimaksudka sebagai
pelengkap konvensi eropa. Seperti ICESCR, piagam ini disusun sedemikian rupa
sehingga menjelaskan bahwa realisasi hak hak ekonomi dan social itu harus
dicapai secara progresif. Berdasarkan program social ini, pengawasan akan
dijalankan dengan mengandalkan suatu sistem laporan Negara (country report) yang
disampaikan oleh sebua komite pakar independen kepada dewan eropa. Walau
beralasan untuk menduga bahwa dalam pelaksanaan hak ekonomi, social, dan budaya
yang lengkap, eropa akan jauh lebih dinamis ketimbang kawasan kawasan lain,
namun kenyataannya tidak demikian. Piagam itu ternyata mengecewakan.
PERKEMBANGAN HAM DI
EROPA
1.
Sebelum deklarasi universal ham 1948
Para ahli ham menyatakan bahwa
sejarah perkembangan ham bermula dari kawasan eropa. Sebagian menyatakan jauh
sebelum peradaban eopa muncul, ham telah popular dimasa kejayaan islam seperti
akan diuraikan dalam bagian lain bab ini. Wacana awal ham di eropa dimulai
dengan lahirnya magna charta yang membatasi kekuasaan absolute para penguasa
atau raja – raja. Kekuatan absolute raja, seperti menciptakan hukum tetapi
tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat, menjadi dibatasi dan kekuasaan
mereka harus dipertanggung jawabkan, secara hukum. Sejak lahirnya magna charta
pada tahun 1215, raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili dan
dipertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya dihadapan parlement.
Lahirnya magna charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki
konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada pasal 21
magna charta yang menyatakan bahwa “ para pangeran dan baron dihukum atau
didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukannya”. Sedangkan pada pasal 40 ditegaskan bahwa “ tak seorangpun
menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau pengadilan”.
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir UU hak asasi
manusia ( HAM ) DI Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before
the law, kesetaraan manusia dimuka hukum pandangan ini mendorong timbulnya
wacana Negara hukum dan Negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut
Bill Of Rights, asas persamaan manusia dihadapan hukum harus diwujudkan
betapapun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa ada persamaan maka hak
dan kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkan kebebasan yang
bersendikan persamaan hak warga Negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dana
teori social yang identik dengan perkembangan dan karekter masyarakat eropa,
dan selanjutnya amerika: kontrak social ( J.J. Rousseau ), trias political (
Montesquieu ), teori hukum kodrati ( John Locke ), dan hak – hak persamaan dan
kebebasan ( Thomas Jefferson ).
Teori kontrak social adalah teori yang menyatakan bahwa
hubungan antara penguasa ( raja ) dan rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang
ketentuan – ketentuan yang mengikat kedua belah pihak. Trias politica adalah
teori tentang system politik yang membagi kekuasaan pemerintahan Negara dalam 3
komponen : pemerintah ( eksekutif ), parlement ( legislative ), dan kekuasaan
peradilan ( yudikatif ).
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa dalam
masyarakat manusia dan hak – hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh
Negara yang tidak diserahkan kepada Negara. Menurut teori ini, hak dasar ini
bahkan harus dilindungi oleh Negara dan menjadi batasan bagi kekausaan Negara
yang mutlak. Hak – hak tersebut terdiri dari hak atas kehidupan, hak atas
kemerdekaan, dan hak atas miliki pribadi.
Hak – hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang
mengatakan bahwa semua manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi
beberapa hak yang tidak terpisah – pisah, diantaranya hak kebebasan dan
tuntutan kesenangan. Teori ini banyak dipengaruhi oleh Locke sekaligus menandai
perkembangan HAM kemudian.
Pada 1789, lahirnya deklarasi perancis. Deklarasi ini memuat
aturan – aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum,
seperti larangan penangkapan dan penahanan seseorang secara sewenang – wenang
tanpa alas an yang sah atau penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan
oleh lembaga hukum yang berwenang. Prinsip presumption of innocent adalah bahwa
orang – orang yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan
pengadilan yang berkuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip ini
kemudian dipertegas oleh prinsip – prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan beragama, perlindungan hak milik dan hak – hak dasar
lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana 4
hak kebebasan manusia ( the four freedoms ) di amerika serikat pada 6 januari
1941 yang diproklamirkan oleh presiden Theodore roosevlt. Keempat hak itu
adalah : hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat ; hak kebebasan
memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran yang dipeluknya; hak bebas
dari kemiskinan dan hak bebas dari rasa takut.
3 tahun kemudian, dalam konverensi buruh internasional di
Philadelphia, amerika serikat, dihasilkan oleh sebuah deklarasi HAM. Deklarasi
Philadelphia 1944 ini memuat pentingnya
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan social dan perlindungan
seluruh manusia apapun ras, kepercayaan, dan jenis kelaminnya, hak – hak yang
dijadikan dasar perumusan deklarasi universal HAM ( DUHAM ) yang dilakukan oleh
PBB dalam universal declaration of human rights ( UDHR ) pada tahun 1948.
Menurut DUHAM, terdapat 5 jenis hak asasi manusia yang
dimiliki oleh setiap individu : hak personal ( hak jaminan kebutuhan pribadi
;hak legal ( hak jaminan perlindungan hukum ); hak sipil dan politik ;hak
subsistensi ( hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan ); dan hak
ekonomi, social dan budaya.
Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil,
dan politik meliputi :
1.
Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan
pribadi.
2.
Hak bebas dari perbudakan dan
penghambaan.
3.
Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan
maupun hukuman yang kejam.
4.
Hak untuk memperoleh pengakuan hukum
dimana saja secara pribadi.
5.
Hak untuk pengampunan hukum secara
efektif
6.
Hak bebas dari penangkapan, penahanan,
atau pembuangan yang sewenang – wenang.
7.
Hak untuk peradilan yang independent dan
tidak memihak.
8.
Hak untuk praduga tak bersalah sampai
terbukti bersalah.
9.
Hak bebas dari campur tangan yang
sewenang – wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun
surat – surat.
10. Hak
bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik
11. Hak
atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu
12. Hak
bergerak
13. Hak
memperoleh suaka
14. Hak
atas kebangsaan
15. Hak
untuk menikah dan membentuk keluarga
16. Hak
untuk mempunyai hak milik
17. Hak
bebas berfikir, berkesadaran, beragama.
18. Hak
bebas berfikir dan menyatakan pendapat
19. Hak
untuk menghimpun dan berserikat
20. Hak
untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi,
social dan budaya meliputi :
1.
Hak atas jaminan social
2.
Hak untuk bekerja
3.
Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan
yang sama
4.
Hak untuk bergabung kedalam serikat –
serikat buruh
5.
Hak atas istirahat dan waktu senggang
6.
Hak atas standar hidup yang pantasd
dibidang kesehatan dan kesejahteraan
7.
Hak atas pendidikan
8.
Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
yang berkebudayaan dari masyarakat.[5]
[1]
Efendi.a masyhur,dimensi/dinamika hak asasi manusia dalam hukum nasional dan
internasional(Ghalia Indonesia,1994) hal.82-86
[2]
Davidson, scot,hak asasi manusia,(Jakarta,PT pustaka utama
graffiti,1994)hal.2
[3]
Cassese, Antonio,hak asasi manusia didunia yang berubah(Jakarta:yayasan obor
Indonesia,2005)hal.9 &10
[4] W
nikel,james, hak asasi manusia MAKKING SENSE OF HUMAN RIGHTS(Jakarta:PT
gramedia pustaka utama 1996)hal.271
[5]
Ubaidillah & rozak, abdul, demokrasi hak asasi manusia dan masyarakat
madani(Jakarta;ICCE UIN syarif hidayatullah,2008)hal.110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar